![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ3Mvh-N3LZnw_ifnmNoWEt9LVMeMaNFnupgYw8_rNzofPlIfDSyxJazTRARpi7VMqgiNVMQw5S_qX4q_xY0DxvIAH0FUEztzDuOK_E6AGW6jmJ_A7fCgbUl_ScMTf8eX95fAPkK9Xfp6N/s320/pregnantblue2.jpg)
Aku percaya bahwa Tuhan itu seperti seorang ibu. Tentu saja hatinya seperti ineh-ku (dari bahasa Dayak Ma'anyan, panggilan untuk ibu) yang tercinta di Kalimantan. Tuhan bagiku adalah pribadi terbesar yang tidak pernah menuntut dan selalu menyayangi. Memberi makan semua makhluk di bumi dengan air susu-Nya yang sempurna. Melindungi rantai kehidupan dengan tangan-tangan lembut-Nya.
Begitulah sifat-sifat Tuhan yang kupercayai, jadi aku percaya pada sesuatu yang metafisik dan cinta yang diluar akal sehat manusia. Karena cinta Tuhan itu tulus seperti cinta ibu kepada anak-anaknya. Aku percaya bahwa cinta adalah sesuatu yang baik, dan sesuatu yang baik itu berasal dari Tuhan.
Kepercayaanku itu juga telah berimplikasi terhadap pendapatku tentang sistem penghidupan manusia di bumi pertiwi. Aku mempercayai bahwa perempuan dengan kemampuan reproduksi, atau melahirkan, selama beribu-ribu tahun sebelum terbentuknya patriarki, telah berhasil menguasai dan mengendalikan peradaban (terlihat kan, bahwa aku tidak mempercayai saga Genesis dalam Bible).
Karena seperti yang kita ketahui bahwa kehidupan prasejarah manusia adalah kehidupan berkelompok, masyarakat komunis primitif (Karl Marx), bukan kehidupan yang individualistis.
Apa yang di 'agung-agungkan' oleh Marxisme dan Komunisme sebagai komunitas pada dasarnya (refleksikanlah!) dibangun dengan mengandalkan kemampuan reproduktif perempuan. Sehingga jika ada seorang anak yang lahir, maka ia bisa diakui dan dipelihara oleh beberapa orang “bapak” sekaligus. Nah, menurut apa yang kuketahui dan kupercayai, begitulah sistem kehidupan manusia pada masa awal-awal bumi terbentuk.
Perempuan dalam kehidupan komunal menjadi jantung kehidupan dan pusat nilai masyarakat. Berasal dari rahim perempuanlah anggapan tentang baik dan buruk terlahir dan menumbuh kembangkan landasan etik Matriarki. Dimana sosok ibu adalah pusat dari segala macam bentuk kehidupan. Jadi, tata hidup kelompok bertahan dengan nilai-nilai perempuan. Tak pernah ada konsep pemilikan individu dalam masa-masa ini. Bahasa kelompok sepenuhnya menginternalisasi bahasa perempuan, bahasa ibu, karena seluruh sistem komunal ditopang oleh tingkat survivalitas spesies yang tinggi.
Dengan kata lain, keberhasilan sebuah kelompok mempertahankan hidup sepenuhnya tergantung pada situasi hidup perempuan. Jika kondisi perempuan terganggu, maka pastilah seluruh sendi-sendi kehidupan komunal pun akan runtuh.
Namun seiring berjalannya waktu dan semakin tuanya bumi ini, peradaban individualistis terus berkembang, budaya berburu dan meramu mulai ditinggalkan, manusia beralih ke budaya agraria: bercocok tanam, dan muncul apa yang kita kenal dengan privatisasi. Nampaknya, awal peradaban pertanian menjadi akhir dari kehidupan komunal. Masyarakat mulai mengenali konsep-konsep kerja berbasis pemilikan pribadi dan sistem akumulasi modal primitif. Konsep pemilikan semakin terlembaga ketika masyarakat kuno mulai melakukan perluasan lahan garap yang kemudian menjadi sumber gagasan tentang peperangan, penaklukan, dan penjajahan. Inilah yang dinamakan fase pembentukkan patriarki sebagai budaya. Jadi, patriarki sendiri bagiku adalah kebudayaan yang berasal dari sisi negatif manusia yaitu nafsu, keserakahan dan agresifitas.
Fiuhhh.. Lega rasanya telah menyampaikan isi pemikiranku pada kalian yang membaca.
Karena berfilsafat dan perasaan ingin tahu itu tidak boleh dikekang. Bisa berbahaya bagi manusia. Karena mengekang hal tersebut sama seperti menyumbat hidung kita pada saat bernafas. Jadi, sama saja dengan membunuh kita secara perlahan.
Yakinlah, bahwa dalam proses belajar dalam hidup ini, kita tidak hanya harus memiliki kecerdasan kognitif saja. Tetapi ada kecerdasan-kecerdasan lain yang dibutuhkan, termasuk kecerdasan dalam merefleksikan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini tanpa keberpihakan yang subjektif.
Itulah yang disebut HIKMAT. Hikmat ini lebih tinggi daripada pengetahuan. Karena pengetahuan dapat menjadi sangat destruktif jika ada ditangan orang tidak berhikmat.
Hikmat dapat ditemukan dimana-mana, tergantung kepekaan manusia. Ia dapat mencul dari hal-hal yang sangat sederhana sampai pada hal-hal paling rumit dan sulit dijelaskan.
Jadi, selamat berpertualang dalam menemukan hikmat!
0 komentar:
Posting Komentar